Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Keraton atau dalam bahasa aslinya disebut Karaton berlokasi di pusat kota Yogyakarta. Karaton artinya tempat dimana raja dan ratu tinggal, atau dalam kata lain Kadaton yang artinya sama. Dalam pembelajaran tentang budaya Jawa, arti ini mempunyai arti filosofis yang sangat dalam. Arsitektur istana ini adalah Sri Sultan Hamengkubuwono I sendiri, yang merupakan pendiri dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda - Dr.Pigeund dan Dr.Adam yang menganggapnya sebagai "arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta". Kraton Yogyakarta didirikan pada tahun 1756 oleh Pangeran Mangkubumi (Hamengkubu Buwono I) sebagai pusat kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada mulanya, lokasi Kraton sekarang ini merupakan daerah rawa yang bernama Umbul Pacethokan, yang kemudian dibangun menjadi sebuah pesanggrahan Ayodya. Bangunan Kraton membentang dari utara ke selatan. Halaman depan dari Kraton disebut alun-alun utara dan halaman belakang disebut alun-alun selatan. Desain bangunan ini menunjukkan bahwa Kraton, Tugu dan Gunung Merapi berada dalam satu garis/poros yang dipercaya sebagai hal yang keramat. Pada waktu lampau Sri Sultan biasa bermeditasi di suatu tempat pada poros tersebut sebelum memimpin suatu pertemuan atau memberi perintah pada bawahannya.
Bagian-bagian keraton dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag (sudah tidak ada), Gapura Pangurakan nJawi/luar, Gapura Pangurakan Lebet/dalam, Alun-alun Utara, Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil, Gerbang Brojonolo, Kompleks Kamandhungan Lor/utara, Gerbang Sri Manganti, Kompleks Sri Manganti, Gerbang Donopratopo, Kompleks Kedhaton (kediaman resmi dan pusat istana), Gerbang Kamagangan, Kompleks Kamagangan, Gerbang Gadhung Melati, Kompleks Kamandhungan Kidul/selatan, Gerbang Kamandhungan, Sapit Urang/pamengkang, Kompleks Siti Hinggil Kidul/selatan (sekarang disebut Sasana Hinggil), Alun-alun Selatan, Gerbang Besar Nirbaya (Biasa disebut Plengkung Gadhing).
Di sekeliling Kraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding. Kompleks Kraton Yogyakarta setiap hari dibuka untuk masyarakat umum mulai dari pukul 07.30-13.00, kecuali pada hari Jumat sampai dengan pukul 12.00 WIB. Untuk masuk akan dipungut tiket masuk dengan nilai : Dewasa : Rp 2.000,00, Rp 1.000,00 jika ingin memotret dan Rp 2.000,00 jika ingin merekam.
|
Kompleks Kraton Ratu BokoMenurut catatan Van Boeckholtsz tahun 1970, petilasan Ratu Boko pernah didiami oleh raja-raja. Meski tidak di ketahui secara pasti kapan waktu yang pasti didirikannya kompleks keraton ratu boko ini. Akan tetapi berdasarkan data epigrafi dan data artifaktual keraton ratu boko diperkirakan berdiri antara abad 8-9 M. Merujuk empat buah prasasti yang berhasil ditemukan disana. Prasasti pertama yang tidak mencantumkan tahun menceritakan tentang peresmian sebuah bangunana suci untuk Kamalpani (Bodisatwa Awalokitesywara). Perasasti kedua berangka tahun 778 Caka. Mengisahkan pendirian lingga oleh Sri Kumbhaja. Raja yang sama pada Caka yang sama pula, menurut prasasti ke tiga mendirikan Tryambaka lingga. Sayangnya pada prasasti keempat yang memuat tentang pendirian Heralingga oleh kalasodhawa, tidak menyebutkan tahun berdirinya. Selain empat buah prasasti terdsebut terdapat pula pecahan- pecahan gerabah disekitar petilasan yang mengambarkan kelangsungan hidup petilasan Ratu Boko. Pecahan gerabah tersebut berdasarkan typologinya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yang pertama berdasarkan fragmen grabahnya germasuk golongan tertua yang diperkirakan sejaman dengan prasasti-prasasti ratu Boko, yang kedua diperkirakan sejaman dengan bangunan candi yang ada dan yang ketiga lebih muda dari sebelumnya.. Diperkirakan berasal dari periode jawa tengah akhir. Selain itu ditemukan pula pecahan keramik dari dinasti Tang pada 10 M.
Keraton Ratu Boko terletak di Bukit Boko, 19 kilometer ke arah timur dari kota Jogja (menuju ke arah Wonosari) dan 2 kilometer dari Candi Prambanan ke arah selatan. Dilihat dari lokasinya yang berupa dataran tinggi, kompleks Ratu Boko memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri. Salah satunya adalah pemandangan yang cukup memukau; sejauh mata memandang akan terlihat Candi Prambanan dan Candi Kalasan di arah utara dengan latar belakang pemandangan Gunung Merapi dan suasana pedesaan dengan sawah menghijau di sekelilingnya.Selain itu, di arah selatan, samar-samar dapat terlihat Pantai Selatan. Kompleks Ratu Boko awalnya adalah sebuah wihara untuk pendeta Buddha yang bernama Abhayagiri. Selanjutnya pada tahun 856 M, kompleks tersebut difungsikan sebagai Kraton oleh Rakai Walaing Pu Khumbayoni yang beragama Hindu. Oleh karena itu tidak mengherankan bila unsur agama Hindu dan Buddha tampak bercampur di bangunan ini. Unsur Hindu dapat dilihat melalui yoni, tiga miniatur candi, arca Ganesha dan Durga, serta lempengan emas dan perak bertuliskan mantera agama Hindu. Sedangkan unsur Buddha dapat dilihat dari adanya arca Buddha, reruntuhan stupa, dan stupika. Kompleks bangunan di Bukit Boko disebut sebagai kraton karena memang disinggung dalam prasasti dan juga karena kemiripannya dengan gambaran sebuah kraton. Dalam kitab kesusasteraan Bharatayudah, Kresnayana, Gatotkacasraya, dan Bhomakawya, disebutkan bahwa kraton merupakan Kompleks bangunan yang dikelilingi pagar bergapura, di dalamnya kraton erdapat kolam dan sejumlah bangunan lain seperti bangunan pemujaan dan di luar kraton terdapat alun-alun. Adanya sejumlah umpak serta batur-batur dari batu andesit di Kompleks ini, mengindikasikan bahwa dahulu bangunan yang berdiri di atasnya terbuat dari bahan kayu. Berdasarkan letaknya, bangunan di kompleks Ratu Boko dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu kelompok barat, tenggara, dan timur. Bangunan tersebut terletak pada teras-teras yang dibuat pada punggung hingga puncak bukit, dengan halaman paling depan terletak di sebelah barat, terdiri atas tiga teras. Masing-masing teras dipisahkan oleh pagar batu andesit setinggi 3,50 meter, dan tebing teras diperkuat dengan susunan batu andesit. Batas halaman sebelah selatan juga berupa pagar dari batu andesit, namun batas utara merupakan dinding bukit yang dipahat langsung. Bagian tenggara meliputi struktur lantai, gapura, batur pendopo, batur pringgitan, miniatur candi, tembok keliling, dua kompleks kolam, dan reruntuhan stupa. Kedua kompleks kolam dibatasi pagar dan memiliki gapura sebagai jalan masuk. Di dasar kolam, dipahatkan lingga yoni, langsung pada batuan induk (bedrock). Bangunan kelompok timur meliputi satu buah kolam dan dua buah gua yang disebut Gua Lanang dan Gua Wadon. Untuk mengundang wisatawan dan menambah aset wisata lanjutnya, kawasan Ratu Boko sejak 15 Oktober 1996 dibangun dan direnovasi. Dan pada 10 April 1997. Museum Yogya Kembali Alamat : Jl.Ringroad Utara, Jongkang, Sariharjo,
Deskripsi :
Untuk mengenang peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada tanggal 29 Juni 1985 dibangun Monumen Yogya Kembali (Monjali). Peletakkan batu pertama monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh HB IX setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1989, bangunan ini selesai dibangun. Pembukaannya diresmikan oleh Presiden Suharto dengan penandatanganan Prasasti. Monumen yang terletak di Dusun Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kapubaten Sleman ini berbentuk gunung, yang menjadi perlambang kesuburan juga mempunyai makna melestarikan budaya nenek moyang pra sejarah. Peletakan bangunanpun mengikuti budaya Jogja, terletak pada sumbu imajiner yang menghubungkan Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan Parang Tritis. Museum sekaligus monumen ini terletak dijalan Lingkar Utara, IN gaglik, Sleman. Museum ini dikelola oleh Yayasan Para Pejuang tahun 1945-1950. Monumen ini menampilkan rekaman, foto-foto dokumentasi peristiwa perjuangan, berbagai jenis senjata dan benda-benda lainnya (diorama) yang menggambarkan proses perjuangan Bangsa Indonesia kurun waktu 1945-1950. Juga berisi 40 relief dan 10 diorama yang merupakan penggambaran adegan perjuangan bangsa Indonesia baik di bidang diplomasi maupun fisik. selain itu sebagai salah satu peringatan serangan umum 1 maret, berfungsinya kembali Pemerintahan Republik Indonesia dan sebagai tetengger sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan petinggi lainnya pada tanggal 6 Juli 1949 di Yogyakarta. |
Museum Nyoman Gunarsa Alamat : Jl. Wulung 43, Papringan, Caturtunggal,
Deskripsi :
Museum yang mengoleksi kurang lebih 200 lukisan kontemporer karya pelukis nasional ini terletak 1 km dari musium affandi. dibuka setiap hari Candi Kalasan Alamat : Kalibening, Tirtomartani, Kalasan
Deskripsi :
Candi Kalasan ini terletak 50 meter di sebelah selatan Jalan Yogya - Solo, tepatnya di Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman DIY. Bangunan candi yang mempunyai tinggi 34 meter, panjang dan lebar 45 meter ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian bawah atau kaki candi,tubuh candi dan atap candi. Bagian terbawah candi merupakan kaki candi yang berdiri di sebuah alas batu yang berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 45 meter dan sebuah batur lebar. Di bagian ini terdapat tangga masuk yang dihiasi dengan makara di bagian ujung tangga. Di sekeliling kaki candi terdapat hiasan sulur-suluran yang keluar dari sebuah pot bunga atau jambangan. Tubuh candi berbentuk bujur sangkar dengan beberapa penampilan yang menjorok keluar di tengah sisinya. Pada bagian tenggara terdapat bilik yang dapat dimasuki melalui bilik penampil sisi timur. Di dalam bilik tersebut terdapat singgasanabersandaran yang dihiasi pola singa yang berdiri di atas punggung seekor gajah. Pada bagian luar tubuh candi terdapat relung yang dihiasi figur tokoh dewa dalam posisi berdiri dengan memegang bunga teratai. Pada setiap pintu masuk, dari sisi utara dan selatan, terdapat hiasan kala. Di bagian jengger terdapat hiasan kuncup-kuncup bunga, daun-daunan dan sulur-suluran. Bagian atas dihiasi pohon dewata dan lukisan awan beserta penghuni khayangan yang sedang memainkan bunyi-bunyian diantaranya pembawa gendang, rebab, kerang dan camara. Bagian atap candi terdapat kubus yang dianggap sebagai kemuncak Gunung Semeru yang disekitarnya terdapat beberapa stupa. Batas antara atap dan tubuh candi terdpat hiasan bunga makhlukkayangan yang berbadan kerdil disebut gana. Bagian atap candi ini berbentuk segi delapan dan terdiri dua tingkat. Pada masing-masing sisi di tingkat pertama terdapat arca Budha yang melukiskan manusia Budha dan di tingkat dua melukiskan Yani Budha. Misalnya Yani Budha Ratnasembawa yang berada di sisi selatan. Bagian puncak kemungkinan berupa stupa, tetapi tidak berhasil direkonstruksi kembali karena banyak batu yang sudah hilang. Di sekeliling candi terdapat stupa dengan tinggi kurang lebih 4,60 dan berjumlah 52 buah. Stupa-stupa tersebut tidak dapat dibangun kembali karenasudah banyak batu yang hilang. Keistimewaan candi ini adalah pada permukaan batu terdapat lapisan yang disebut Brajalepha. Candi Kalasa merupakan peninggalan Budah Yang tertua di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengan sebagai persembahan kepada Dewi Tara. Pembangunan candi dapat diketahui dari Prasasti candi tahun 700 Saka atau 778 Masehi berhuruf Penagari dan berhuruf Sansekerta yang menyebutkan bahwa pendirian candi ini bermula dari usulan Para Guru Sang Raja yang kemudian berhasil membujuk Raja Tejahpurna Parapkarana (Kariyana Panangkara),mustika Keluarga Syailendra (Syailendra Wngsatikala), untuk membangun sebuah bangunan suci bagi dewantara dan sebuah biara bagi para pendheta. Kemudian raja menghadiahkan Desa Kalasan kepada para biara dan tahun 778 Masehi dianggap sebagai tahun pembuatan Candi Kalasan.harga tiket Rp 500 dan di buka tiap hari. jm 09.00 s.d 15.00 WIB kecuali minggu jam 08.00 - 13.00 WIB.Candi Sari Alamat : Bendan, Tirtomartani, Kalasan
Deskripsi :
CANDI SARI berarti candi yang indah, terletak di Desa Bendan, Kelurahan Tirtamartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman DIY.Candi Sari ditemukan dalam keadaan rusak berat, kemudian pada tahun 1929 dipugar oleh Dinas Purbakala, selama setahun.Tahun pendirian candi ini belum dapat diketahui dengan jelas, hanya diperkirakan tahun berdirinya sama dengan pendirian candi Kalasan, yakni abad VIII M, dan candi ini merupakan bangunan Budhaistis. Candi Sari terdiri dari kaki, tubuh dan atap, dengan ketinggian 17 meter, panjang 17,3 meter, dan lebar 10 meter. Bagian kaki hanya tampak sebagian, sebab banyak batu yang hilang, bagian tubuh candi bertingkat dan berdenah persegi panjang, pintu masuk berada di tengah menghadap ke timur, dan pada bagian bawah ada pahatan orang yang sedang menunggang gajah. Pada setiap sisi terdapat jendela terbagi rata yang mengitari bagian tingkat atas dan bawah. Tubuh candi terdiri atas tiga ruangan atau bilik yang berjajar yang masing-masing dihubungkan dengan lubang pintu diantara tembok pemisah. Pada bagian tubuh candi bagian luar terpahat arca arca yang diletakkan menjadi dua baris diantara jendela. Arca ini merupakan Dewa Bodisatwa dan Tara berjumlah 36 buah, yakni 8 di sisi timur, 8 di sisi utara, 8 di sisi selatan dan 12 di sisi barat. Pada umumnya arca ini memegang teratai merah atau biru, serta semua arca ini digambarkan dalam sikap lemah gemulai, yaitu dengan sikap Tribangga, begitu pula dengan roman mukanya digambarkan jauh lebih tenang dan halus serta tidak terlalu mewah hiasannya seakan akan disesuaikan dengan tempat suci agama Budha. Selain itu di sebelah kiri kanan jendela ada pahatan Kinara Kinari atau mahluk kayanganyang berwujud setengah manusia setengah burung. Candi Sari ini di bagian luar dilapisi dengan Bajralepa dimaksudkan untuk memperhalus dinding dan pengawet batu supaya tidak lekas aus. Melihat bentuk bangunan candi yang terdiri atas beberapa bilikcandi yang lantainya dari kayu, jendela bergeruji dari kayu, pintu yang terdiri dari kayu, maka dahulu candi Sari dipergunakan sebagai tempat tinggal atau Vihara yakni sebagai tempat meditasi dan asrama bagi pendeta menganjar para siswanya, dimana didalamnya terdapat sebuah kuil. Benteng Yogyakarta Alamat : Jalan A. Yani no. 6 Yogyakarta
Deskripsi :
Gedung ini di bangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan HB I atas permintaan Belanda, berkat usul Gubernur Hindia Belanda WH Van Osenberg benteng tersebut di pugar dan selesai tahun 1787 serta diberi nama RUSTENBURG atau BENTENG PERISTIRAHATAN. Tahun 1867 di renovasi setelah terkena gempa dan dirubah namanya menjadi VREDEBURG atau BENTENG PERDAMAIAN. Bentuk benteng tetap seperti awal mula dibangun yaitu bujursangkar pada ke empat sudutnya terdapat ruang penjagaan yang disebut SELEKA atau BASTION. Benteng vredeburg pernah menjadi markas Belanda, Inggris, Jepang. Pada tahun 1945 sampai dengan 1947 menjadi markas Republik Indonesia. Di dalam renovasi bentuk luar gedung tetap diperthankan, sedangkan bagian dalam disesuaikan dengan fungsinya yang baru sekarang sebagai ruang museum. Melalui SK. Mendikbud Fuad Hasan 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, Benteng Vredeburg secara resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama BENTENG YOGYAKARTA. PELAYANAN MUSEUM HARI JAM BUKA Senin-Kamis 08.00-14.00 Jumat 08.00-11.00 Sabtu-Minggu 08.00-12.00
Museum/Monumen Pahlawan Pancasila Alamat : kompleks 403 Kentungan Yogyakarta
Deskripsi :
Museum Monumen Pahlawan Pancasila terletak di kopleks Batalyon 403 Kentungan Sleman (dahulu Batalyon L) di tepi sebelah selatan. Di tempat ini pada tahun 1965 telah terjadi peristiwa pembunuhan terhadap dua orang pahlawan revolusi yaitu Brigadir Jenderal Anumerta Katamso dan Kolonel Anumerta Sugiyono. Tujuan didirikannya Museum Monumen Pahlawan Pancasila Kentungan untuk mengenang terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap dua orang pahlawan revolusi dan dapat dijadikan sarana efektif dalam memberikan informasi yang mudah dihayati oleh semua pihak tentang bukti-bukti sejarah kekejaman G30S/PKI tahun 1965 di Daerah Istimewa Yogyakarta. Museum ini diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1991 oleh KGPAA Paku Alam VII selaku Gubernur DIY. Bangunan Monumen Pahlawan Pancasila bercorak arsitektur rumah tradisional Jawa (joglo). Di halaman bagian dalam terdapat dua patung pahlawan revolusi Kolonel Infanteri Katamso ketika menjabat sebagai Danrem 072/ Pamungkas dan patung pada sisi barat merupakan penggambaran Letnan Kolonel Infanteri Sugiyono ketika menjabat Kasrem 072/ Pamungkas. Di dalam bangunan ini terdapat lubang tempat dikuburnya dua jenasah pahlawan revolusi tersebut. Di sebelah selatan lubang terdapat patung Garuda Pancasila yang diletakkan di atas selasar menghadap ke utara yang merupakan lambang perjuangan. Koleksi Museum Monumen Pahlawan Pancasila berupa benda-benda realita dan peralatan-peralatan yang berkenaan dengan peristiwa penculikan kedua pahlawan revolusi. Koleksi yang menjadi unggulan adalah dua buah panser replika kendaraan angkutan pada waktu pemakaman jenasah dua orang pahlawan revolusi ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara. Koleksi unggulan lainnya berupa mobil Gaz yang dipakai untuk menculik kedua pahlawan tersebut. Candi Sambisari Alamat : Sambisari, Purwomartani, Kalasan, Sleman
Deskripsi :
Terletak di antara areal sawah dan rumah penduduk, Candi Sambisari dapat ditempuh dengan kendaraan umum maupun pribadi. Ditemukan oleh Karyoinangun seorang petani pada tahun 1966, Balai Arkeologi Yogyakarta mulai melakukan penelitian dan penggalian candi. Pada Juli 1966, daerah tersebut dinyatakan sebagai daerah suaka budaya dan mulai menyusun kembali reruntuhan kompleks candi. Selesai pada tahun 1987, candi sambisari yang juga disebut candi bawah tanah berada dalam posisi kedalaman 6,5 meter dan merupakan candi Hindu dari abad ke-10 yang dibangun oleh Raja dari Dinasti Sanjaya, pada bilik utama terdapat patung Shiwa sebagai Mahaguru. Ditemukannya perhiasan, tembikar, dan prasasti lempengan emas, diperkirakan candi sambisari dibangun pada tahun812 - 838 M saat pemerintahan Raja Rakai Garung dari Kerajaan Mataram Hindu (Mataram Kuno). Pintu masuk ke dalam kompleks candi Sambisari terdapat pada empat sisi bujur sangkar dengan menuruni tangga batu. Pintu masuk candi menghadap ke barat. Tangga masuk dilengkapi dengan sayap yang ujungnya terdapat relief Makara yang disangga oleh dua belah tangan makhluk kate. Candi ini tidak memiliki pilar penyangga, sehingga bagian dasarnya sekaligus berfungsi sebagai pilar penyangga candi. Di bagian ini terdapat selasar yang mengelilingi badan candi, dan memiliki 12 anak tangga. Bangunan candi utama yang terbesar memiliki ketinggian 7,5 meter dan berbentuk bujur sangkar yang berukuran 15,65 x 13,65m pada bagian bawah candinya, sedang badan candi berukuran 5 x5m. Pada bagian luar badan candi terdapat relung-relung untuk menaruh patung. Saat ini yang masih ada adalah patung Durga di sebelah utara, patung Ganesha di sisi timur, dan patung Agastya di bagian selatan. Dua relung lain yang ada di kanan dan kiri pintu, untuk patung dewa penjaga pintu, yaitu Mahakala dan Nadisywara (keduanya sudah tidak ada ditempatnya). Sedangkan pada bilik di dalam badan candi terdapat patung Yoni dan Lingga berukuran besar. Selain candi induk tersebut, di depan candi ada 3 buah candi perwara atau candi pendamping. Ukuran dasarnya 4,8 m x 4,8 m, dengan tinggi 5 meter. Namun candi-candi perwara itu belum dipugar sempurna. Sedangkan di seputar candi terdapat pagar tembok batu putih berukuran 50 m x 48 m. Saat ini saluran pembuangan air telah selesai dibangun, sehingga selama musim hujan candi tidak terbenam air. CANDI SAMBISARI terletak di desa Sambisari Kelurahan Purwomartani, lebih kurang 12 km dari pusat Yogyakarta . Nama Sambisari adalah nama sebuah daerah dengan areal persawahan yang subur di Daerah Istimewa Yogayakarta dimana candi itu berada. Untuk mencapai lokasi candi yang terletak sekitar 12 km ke arah timur dari kota Yogyakarta di sebelah utara dari jalan utama antara Yogyakarta dan Solo, dapat ditempuh dengan naik bus jurusan Yogya-Solo sampai kilometer 10 dimana terdapat papan penunjuk jalan menuju candi. Dari tepi jalan besar ini, perjalanan masih sekitar 2 km lagi yang dapat ditempuh dengan naik alat transportasi lokasl, seperti ojek atau dokar/sado. Candi Banyunibo Alamat : Dusun Cepit, Bokoharjo, Prambanan, Sleman
Deskripsi :
Candi yang mempunyai arti air menetes ini adalah peninggalan Budha yang telah direstorasi dari abad ke- 9. Letaknya yang terpencil kira - kira 2 Km dari Istana Ratu Boko tepatnya di Desa Cepit, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, candi ini memiliki kurva ramping yang berfungsi sebagai puncak candi dan merupakan daya tarik candi itu sendiri. Ditemukan dalam keadaan runtuh yang kemudian mulai diteliti dan digali pada tahun 1940, Candi banyunibo terdiri dari candi induk yang menghadap ke barat dan dikelilingi oleh 6 candi perwara berbentuk stupa yang disusun berderet pada sebelah selatan dan timur candi induk. Kaki candi dengan ketinggian 2,5 meter yang dibangun di atas lantai batu, terdapat tangga masuk pada sisi sebelah barat. Masing - masing bagian tengak sudut kaki candi (kecuali pada bagian barat), terdapat hiasan berupa Jalawara yang berfungsi sebagai saluran air hujan. Penampil yang berfungsi sebagai pintu bilik terdapat di sisi tubuh candi dengan ukuran 11 meter, sedangkan selasar yang berfungsi sebagai lorong untuk berkeliling merupakan bagian bagian lantai atas kaki candi yang tidak tertutup oleh tubuh candi karena perbedaan ukuran luas tubuh candi yang lebih kecil dibandingkan luas kaki candi. Banyaknya ornament yang menghiasi hampir setiap bagian candi, Candi Banyunibo merupakan bangunan suci Budha yang kaya. Bermacam - macam hiasan serta relief menghiasi hampir keseluruhan bagian candi. Relief tentang seorang tokoh laki - laki yang sudah rusak dan tinggal bagian tangan kirinya menghiasi dinding bilik pintu sebelah selatan. Seorang pengiring terdapat disebelah kirinya dalam posisi duduk "ardha paryangka" dengan tangan kanan berada diatas paha kanan dan tangan kiri yang seolah - olah melindungi kantong besar. Relief ini menggambarkan dewa kurawa yang merupakan dewa kekayaan dan lebih dikenal oleh penganut budha. Diatasnya terdapat hiasan berbentuk rekalsitran atau selur gelung.
Relief tokoh wanita dalam posisi bersila terdapat disisi sebelah utara dinding, tangan kanannya bertopang di paha dan tangan kirinya menimang anak kecil. Disekeliling wanita itu terdapat anak kecil yang banyak jumlahnya dan mengerumuni wanita itu.
Candi Barong Alamat : Sambirejo, Prambanan
Deskripsi :
CANDI BARONG diperkirakan dibangun sekitar abad IX-X Masehi. Latar belakang keagamaan candi ini adalah Hindu. Hal ini diketahui dari adanya temuan arca yang diidentifikasikan sebagai Dewi Sri, istri Dewa Wishnu yang merupakan dewi kesuburan, adanya hiasan kerang bersayap (sankha) yang merupakan salah satu simbol (laksana) dewa Wishnu, dan bagian puncak bangunan (kemuncak) yang berbentuk permata (ratna). Bangunan candi ini diperkirakan berfungsi untuk kegiatan pemujaan yang berhubungan dengan permohonan kesuburan. Hal ini mungkin berkaitan dengan kondisi tanah di sekitar candi yang kurang subur, sehingga dengan memuja Dewi Sri diharapkan keadaan tanah akan menjadi subur. Halaman candi Barong terbagi atas tiga bagian, makin ke belakang makin tinggi. Teras ketiga, paling atas, merupakan halaman yang paling suci. Pada teras tersebut terdapat dua bangunan candi yang mempunyai bentuk dan ukuran hampir sama. Candi pertama berukuran 8,20 m x 8,20 m dengan tinggi 9,25 m, sedang candi kedua berukuran 8,25 m x 8,25 m dengan tinggi 9,25 m. Perbedaan antara keduanya terletak pada ragam hias dan arcanya. Berdasarkan kedua hal tersebut, candi pertama diduga dibangun untuk pemujaan dewa Wishnu, sedangkan candi kedua untuk dewi Sri. Di halaman teras kedua terdapat struktur bangunan berukuran 12,30 m x 7,80 m dan beberapa umpak batu berbentuk segi delapan. Diduga struktur tersebut merupakan pondasi bangunan pendapa dengan atap dari kayu . Sedangkan pada halaman teras pertama tidak ditemukan struktur bangunan. Cecara keseluruhan kompleks candi Barong diduga dibangun dalam dua tahap. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi yang ditemukan saat dilakukan pemugaran, antara lain adanya temuan talud pembangunan tahap pertama yang sampai saat ini dapat dilihat disebelah selatan bangunan candi kedua. Pada tahap pertama, pada kompleks ini hanya dibangun satu candi yaitu candi pertama. Pada tahap kedua dilakukan perluasan halaman ketiga ke sisi selatan dan pembangunan candi kedua di selatan candi pertama
Museum Affandi Alamat : Tepi sungai Gajah wong, Jl.Adi Sucipto 1
Deskripsi : Museum ini mengoleksi lukisan karya Almarhun Affandi yang merupakan salah satu pelukis yogyakarta yang telah mendunia.Terletak di tepi sungai gajah Wong. Musium ini dibula setiap hari jam 09,00 - 13,00 WIB dengan harga tiket masuk Rp. 2,000
Museum Geoteknologi UPN Alamat : Jl. Babarsari 2 Tambakbayan, Yogyakarta
Deskripsi :
Museum ini khusus menampilkan benda yang berhubungan dengan ilmu geologi. Museum Geoteknologi Mineral merupakan museum khusus tentang pengetahuan kebumian yang meliputi bidang geologi pertambangan dan perminyakan di Yogyakarta. Museum Dirgantara Mandala Alamat : Kompleks Lanud Adi Sucipto.
Deskripsi :
Museum ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum ini banyak menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain itu terdapat diorama juga terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara jepang yang digunakan oleh angkatan udara Indonesia. Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum , maka Museum Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin. Berdasarkan berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978, museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri Bagian Udara itu ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu tidak dapat menampung lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang sukar dijangkau oleh umum dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkannya ke gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisucipto. Sebelum pemindahan dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk dijadikan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember 1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti sebagai bukti dimulainya rehabilitasi gedung itu. Penggunaan dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984. Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Lokasi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala itu berada di Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU, Jakarta. Bangunan, Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang. Koleksi, Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi sejarah, antara lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama, pesawat miniatur, pesawat terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur, senjata api, senjata tajam, mesin pesawat, radar, bom atau roket, parasut dan patung-patung tokoh TNI Angkatan Udara. Buka pada Senin-Kamis pukul 08.00-13.00 WIB dan Jumat-Sabtu pukul 08.00-12.00 Museum Sasmitaloka Sudirman Alamat : Jl. Bintaran Wetan 3
Deskripsi :
Kisah peruangan heroik Panglima besar sudirman dapat kita saksikan saat ini melalui Sasmitaloka Sudirman di Jl Bintaran No 3, Yogyakarta. Bangunan ini dahulunya merupakan kediaman Pak Sudirman dan Afifah istrinya beserta tujuh orang putranya. Sebelum di Tinggali pak dirman Sasmitaloka yang berarti rumah untuk mengenang ini adalah rumah pejabat tinggi keuangan puro pakualaman. Yang kemudian pada masa pemerintahan jepang gedung ini dikosongkan dan dimasa pasca kemerdekaan berturut-turut gedung ini dipergunakan sebagai Markas Kompi Tukul dari batalyon Suharto, dan ditinggali pak Dirman mulai 18 Desembar 1949. Semasa Agresi militer Belanda II gedung ini dikuasai dan dijadikan markasnya. Namun setelah Belanda Pergi gedung ini dijadikan Markas Komando Militer Yogya serta Asrama Resimen Infantri XIII dan penderita cacat. Dan baru pada tanggal 17 Juni 1968 dibangun menjadi Museum Angkatan darat dan pada tangal 30 Agustus 1982 hingga saati ini dijadikan Sasmitaloka Soedirman. Sasmitaloka terbagi atas Gedung Induk yang berisi benda-benda koleksi Pak Dirman beserta keluarga semasa tinggal di tempat ini. Selain itu terdapat gedung yang dibangun di sebelah kanan belakang dan kiri bangunan yang mengkoleksi benda-benda semasa menjadi Panglima besar dan bergerilia dari satu tempat ketempat lain. Semasa tersebut disebut periode Wiro Leno atau kesatria yang melakukan pengembaraan.. Dalam Sasmitaloka ada 13 ruangan yang menceritakan expresi hidup pak Dirman kesehariannya . Di ruang pertama diceritakan keadaan ruang tamu keluarga ini. Ruang II, yang disebut ruang santai merupakan tempat pak Dirman untuk membina dan mengasuh putra-putranya, meski tak jarang juga digunakan untuk menerima tamu. Dalam ruang ini terpampang foto pak Dirman beserta keluarga . Di ruang III digunakan sebagai ruang kerja dilengkapi dengan telpon , meja kerja dan lemari arsip. Ruang IV dan merupakan ruang tidur tamu yang mencorakkan kesederhanaan hidup Pak Dirman, dimana ini tidak berbeda dengan ruang tidur putra putrinya. Ruang V merupakan ruang tidurnya yang juga melambangkan kesederhanaan dan kebersahajaannya. Dalam ruang ini terdapat sebuah dipan yang digunakan untuk Sholat pak Dirman. Sebagai panglima, Pak dirman mendapat seorang sekretaris yang dijabat Letkol Isdiman,dan diberi sebuah ruang sekretariat yaitu ruang VII , disinilah disimpan semua benda yang berkaitan dengan Kepanglimabesaran Pak Dirman, dan ruang VIII menceritakan tentang pertempuran di Ambarawa. Kemudian ruang IX, menceritakan tentang keadaaan Pak Dirman setelah Operasi Paru-paru di Panti Rapih. Di sini ditunjukan Kursi roda, tempat tidur, meja dan kursi serta perlengkapannya selama di rumah sakit. Selain itu terdapat puisi-puisi yang ia gubah selama berjuang melawan sakit. Jejak selama Pak Dirman bergerilia, diperagakan pada ruang X, misalnya sebuah andong, yang pernah dipergunakan untuk perjalanan gerilya Yogya-Kediri. Ada pula sebuah mobil buatan Amerika yang mengantar Pak Dirman kembali Ke Yogyakarta (dari prambanan). Lalu peralatan hidup semasa tinggal di desa Sobo, Pancitan, Jawa Timur, seperti alat makan, tempat tidur kayu, meja dan kursi panjang, Padasan (tempat air wudu) di perlihatkan di ruang XI. Sedangkan balai-balai yang pernah digunakannya di Piungan, seperangkat kursi dan meja yang pernah di pergunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buono semasa menjemput Panglima Sudirman di perlihatkan di ruang XII. Ruang XIII merupakan ruang terahir yang menceritakan pak Dirman dalam foto sejak menjabat sebagai panglima besar, bergerilya hinga hari wafatnya.
| |
Comments
Post a Comment